Dari Senewen jadi Demen
Tak terasa sudah hampir 4 bulan saya menggeluti trading forex. Sekalipun masih terhitung pemula, rasanya sudah banyak pasang surut yang saya alami. Kadang saya masih bertanya-tanya ke diri, "kok bisa ya seorang Y_____ (nama disensor demi privasi yah :) ) terjun ke bisnis ini??" Kata anak jaman now, "Bukan gue banget gitu loh!"
Awalnya, trading forex buat saya adalah sesuatu yang bikin saya jengah dan antipati. Sudah terlalu banyak saya dengar dan lihat dengan mata kepala sendiri kisah tragis para korban forex; Papa saya sendiri salah satunya. Di mata saya, trading identik dengan "judi", "spekulasi", dan "uang panas." Kalau bukan beruntung, ya duit pun lenyap tak bersisa. Kalau sudah tersungkur macam begini, mau nangis bombay juga percuma! Yang bisa kaya dari forex cuma para penjudi yang beruntung. Titik.
Stigma negatif yang saya rekatkan sendiri menekadkan saya untuk menjauhi aktivitas ini dengan alasan apapun juga.
Eh siapa sangka akhirnya saya telan bulat-bulat sumpah saya sendiri....
Pertengahan Desember 2017 saya berhenti kerja dari salah satu maskapai penerbangan internasional yang berkantor cabang di Surabaya. Belum lulus percobaan 3 bulan, saya sudah tidak tahan! Rutinitas di kantor yang monoton ditambah dengan atasan yang kurang pengertian membuat batin saya berontak. "Persetan!" umpat batin saya. Ternyata kerja ikut orang sebegini sengsaranya. Gaji tidak seberapa, tubuh dan pikiran serasa terpenjara.
Lepas dari pekerjaan yang menyiksa itu, otomatis saya pun nganggur. Tidak ada kerjaan di rumah awalnya enak dan santai, tapi lama-lama pikiran jadi resah. Kebetulan, Papa (sekali lagi!) tertarik mencoba peruntungan di bisnis forex. Setelah kerugian yang menyakitkan di awal 90an, sempat beliau ketemu dengan broker abal-abal. Ujung-ujungnya rugi lagi.
Saya pikir kok ga ada kapok-kapoknya ya main forex...(duh)
Sampai akhirnya beliau dikenalkan dengan Mr. PD. Beliau bersikeras bahwa Mr. PD ini "beda, ga kaya yang lain."
"Ah masa iya?" saya masih diselimuti keragu-raguan.
"Sudah kamu coba dulu. Kalo ga cocok ya ga usah diteruskan," bujuk Papa.
Ya sudah apa salahnya dicoba...Akhirnya datanglah saya ke acara mentoring yang difasilitasi salah satu broker di Surabaya.
Pertama kali ketemu Mr. PD, jujur saja saya memandang sebelah mata. Bilangnya beliau ini trader full-time profesional. Tapi kok penampilannya seperti itu ya. Bukannya berpakaian yang rapi dan necis, eh ini malah pakai kaus, sandal, dan celana pendek. Botak lagi! Jauh lah dari ekspektasi saya terhadap seorang trader pro.
Setelah mendengar uraian dari beliau, saya pikir ok, memang beliau sama sekali tidak seperti broker atau marketing pemberi janji-janji profit muluk yang mustahil terealisasi.
Persepsi saya tentang bisnis trading forex pun mulai pelan-pelan berubah.
Tapi karakter keras kepala dan sombong saya menjadikan perjalanan saya mendalami forex tidak mulus-mulus saja seperti jalan tol.
Kalau diibaratkan, kisah saya dengan trading forex adalah seperti anak kecil baru belajar berenang. Saya mulai dengan takut-takut sampai harus didorong masuk kolam. Sekalinya mencelupkan kaki di air, kegiranganlah saya sampai saya pikir ternyata renang itu mudah! Terlalu percaya diri, saya curi-curi berenang di kolam dalam tanpa pengawasan sang guru dan untungnya tidak sampai mati tenggelam!
Anak kecil yang selamat ini pun sadar bahwa belajar renang membutuhkan proses dan mulai belajar lagi dari awal.
Dan semoga, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Masa-masa saya tersesat di kolam dalam akan saya jabarkan di postingan berikutnya.
Stay tuned,
Y
So sweety....
ReplyDelete